Penyakit Jamur sebagai Ancaman Kesehatan Global Tersembunyi: Pentingnya Upaya Meningkatkan Kewaspadaan, Uji Diagnosis Cepat, dan Kolaborasi Multisektor di Indonesia oleh Anna Rozaliyani

Pandemi COVID-19 telah mengubah pola penyebaran penyakit secara
global, termasuk penyakit jamur. Lebih dari satu miliar orang dilaporkan
mengalami penyakit jamur setiap tahun. Sekitar 6,5 juta kasus merupakan
infeksi jamur invasif, dengan angka kematian sekitar 2,5 juta kasus. Angka
kematian itu lebih tinggi atau setara dengan penyakit serius lain, misalnya
malaria & tuberkulosis. Penyakit jamur merupakan silent killer (pembunuh
senyap) yang menjadi ancaman kesehatan global tersembunyi, bahkan
berpotensi menimbulkan pandemi di masa depan.

Jamur Penyebab Penyakit, Sering Dianggap Sepele atau Neglected
Jamur merupakan mikroorganisme yang dapat ditemukan di mana saja.
Jamur yang dikenal sebagai bahan makanan dan bahan baku dalam bidang
industri, juga dapat menyebabkan penyakit atau gangguang kesehatan.
Penyakit yang disebabkan jamur disebut mikosis, sedangkan ilmu yang
mempelajarinya disebut mikologi. Penyakit jamur (mikosis) semula
dianggap jarang terjadi dan tidak menyebabkan penyakit serius, sehingga
sering terabaikan (neglected). Dalam perkembangan selanjutnya, penyakit
jamur invasif dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian tinggi,
terutama pada pasien dengan faktor risiko atau kondisi tertentu.

Penyakit Jamur sebagai Ancaman Kesehatan Global, bahkan Berpotensi
Menjadi Future Pandemic
Berbagai faktor berikut meningkatkan potensi penyakit jamur sebagai
ancaman kesehatan global, bahkan menjadi future pandemic:
– Faktor lingkungan berupa perubahan iklim, pemanasan global, bencana
alam berperan penting dalam mengubah distribusi geografis jamur
patogen, dan menyebabkan peningkatan jumlah kasus penyakit jamur.

– Faktor manusia berperan penting dalam peningkatan populasi pasien
yang berisiko mengalami penyakit jamur, antara lain: gaya hidup tidak
sehat (merokok, konsumsi gula tinggi, polusi udara), infeksi HIV
ODHIV/AIDS maupun penyakit kronik lain semakin banyak. Prosedur
kedokteran modern telah meningkatkan angka harapan hidup pasien
sakit kritis, namun sekaligus meningkatkan risiko pasien mengalami
infeksi jamur invasif. Penggunaan obat antijamur (OAJ) kurang tepat
dapat meningkatkan resistensi jamur dan menyulitkan tata laksana.
– Faktor jamur penyebab belum dikonfirmasi dengan baik, padahal
semakin banyak laporan spesies jamur resistan terhadap OAJ.
Terbatasnya akses diagnostik dan obat berkualitas juga menjadi kendala.

Tantangan Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Jamur
Diagnosis dini merupakan syarat keberhasilan pengobatan penyakit jamur.
Gejala penyakit jamur yang tidak khas atau menyerupai penyakit lain
menyebabkan kurangnya kewaspadaan klinis. Pemeriksaan fisis, radiologi,
dan laboratorium rutin juga tidak menunjukkan hasil spesifik. Selain itu,
ketersediaan laboratorium khusus jamur dan SDM terlatih juga masih
terbatas. Kondisi tersebut menyebabkan penyakit jamur sering terlambat
diketahui atau diagnosisnya kurang tepat. Pasien seringkali sudah berada
pada kondisi penyakit lanjut, sehingga tata laksana tidak memadai.
Akibatnya angka kesakitan dan kematian juga tinggi.
Prosedur diagnosis penyakit jamur hendaknya memprioritaskan uji yang
tepat, untuk pasien yang tepat, sehingga dapat menentukan terapi yang
tepat pula (the right test, for the right patient, to prompt the right action).
Pemeriksaan mikologi merupakan prosedur diagnosis yang sangat penting.
Metode biakan jamur merupakan baku emas diagnosis mikosis, namun
memerlukan waktu lama, keahlian khusus, dan kurang sensitif. Metode
non-biakan menggunakan biomarker dapat membantu diagnosis cepat,
namun interpretasi hasil harus dilakukan dengan cermat.

Uji Diagnosis Cepat

Uji diagnostik cepat dan akurat sangat diperlukan untuk mengurangi beban
penyakit jamur di seluruh dunia. Kemajuan teknologi diagnostik berupa
point-of-care testing (POCT) telah merevolusi praktik klinis dengan
tersedianya uji cepat, tepat waktu, mudah digunakan, serta dapat dilakukan
di dekat pasien (bed-side test). Uji cepat harus memenuhi kriteria WHO
yaitu affordable, sensitive, specific, user-friendly, rapid/robust, equipment-
free, deliverable to end-users (ASSURED). Syarat itu diperluas menjadi
REASSURED, dengan penambahan kriteria real-time connectivity dan ease
of specimen collection. POCT memungkinkan respons cepat terhadap tata
laksana penyakit jamur progresif, serta investigasi dan mitigasi wabah.

Situasi Penyakit Jamur di Indonesia: Tantangan dan Peluang

Kondisi lingkungan Indonesia sebagai negara tropis yang hangat dan
lembab sangat cocok untuk pertumbuhan jamur. Prevalensi infeksi
HIV/AIDS dan TB maupun penyakit kronik lain, serta komplikasi penyakit
meningkatkan faktor risiko terjadinya penyakit jamur invasif. Kewaspadaan
(awareness) terhadap penyakit jamur belum memadai. Hal itu
mengakibatkan rendahnya kecurigaan klinis, kesalahan diagnosis,
pengobatan tertunda, bahkan berakhir dengan kematian. Terbatasnya
fasilitas diagnosis dan SDM terlatih untuk pemeriksaan mikologi masih
menjadi tantangan. Ketersediaan dan akses OAJ juga terbatas, sehingga
pengobatan belum optimal.

Tantangan di atas harus dihadapi dengan upaya dan strategi komprehensif.
Pengembangan diagnosis penyakit jamur semakin terbuka dengan hadirnya
POCT. Berbagai penelitian menggunakan POCT telah membantu survei
epidemiologi penyakit jamur di Indonesia. Hasil penelitian tersebut
diharapkan menjadi masukan bagi pemerintah/pihak terkait untuk
memberikan dukungan lebih baik dalam tata laksana penyakit jamur.

Strategi Mengatasi Penyakit Jamur di Indonesia
Pada tahun 2022, WHO merilis pernyataan penting tentang fungal priority
pathogen list (FPPL) yang bertujuan memperkuat respons global terhadap
infeksi dan resistensi jamur terhadap OAJ. Tiga pilar kegiatan yang
direkomendasikan WHO dalam merespons FPPL adalah: 1) peningkatan
surveillance/pengawasan dan kemampuan laboratorium; 2) dukungan
penelitian, pengembangan & inovasi; 3) intervensi kesehatan masyarakat.
Ketiga pilar kegiatan itu saling terkait dan memperkuat satu sama lain.
Kolaborasi multisektor serta upaya komprehensif merupakan kunci
keberhasilan mengatasi tantangan penyakit jamur. Selain itu, kesadaran
masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan pribadi dan lingkungan
perlu ditingkatkan, termasuk memperbaiki gaya hidup melalui PHBS
(perilaku hidup bersih dan sehat). Dengan demikian semua pihak dapat
mendukung upaya penanganan penyakit jamur di Indonesia.

Pidato pada Upacara Pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Jakarta, 14 Desember 2024
Think fungus and fight fungus: EDUCATE, ADVOCATE, ACT NOW.
Bersama kita bisa!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *